GUdpBSYpTSd0TSY5TUW8TSC5TA==

Peran Bahasa di Era Digital : Peluang dan Tantangannya

 

Ilustrasi - (Foto: Dok/Ist).

Suara Time, Opini - Di era digital yang berkembang pesat ini, bahasa mengalami perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Cara orang berkomunikasi telah berubah secara signifikan sebagai akibat dari kemajuan teknologi, khususnya internet dan media sosial. Saat ini, bahasa berfungsi sebagai alat untuk mengekspresikan identitas, membangun jaringan sosial, dan memengaruhi opini publik selain sebagai alat komunikasi. Namun, ada juga kekurangan dari perubahan ini, seperti menurunnya kemampuan berbahasa, maraknya bahasa global, dan bahaya bagi kelangsungan bahasa daerah.

Batas geografis terhadap komunikasi seakan sudah dihapus oleh Internet. Misalnya, bahasa Inggris sudah berkembang menjadi bahasa universal yang menyatukan orang-orang di seluruh dunia. Di satu sisi, hal ini membuat jaringan dan informasi global lebih mudah diakses. Di sisi lain, bahasa lokal terancam karena dominasi bahasa global seperti bahasa Inggris. Untuk menunjukkan modernitas mereka atau sekadar mengikuti perkembangan zaman, banyak anak muda lebih suka berbicara dalam bahasa asing dalam percakapan santai.

Fenomena ini juga terjadi di Indonesia. Dibandingkan dengan bahasa Indonesia, istilah asing lebih sering digunakan. Kata-kata seperti “self-love”, “mental health”, atau “content creator” misalnya, lebih sering digunakan daripada frasa bahasa Indonesia dengan nama yang sama. Penggunaan bahasa asing yang berlebihan dapat melemahkan identitas linguistik nasional, meskipun hal ini menunjukkan integrasi budaya global.

Bentuk bahasa baru yang lebih inventif, fleksibel, dan ringkas telah dihasilkan oleh platform media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Twitter. Penggunaan emoji, bahasa gaul, dan singkatan telah menjadi hal yang lumrah. Istilah seperti "receh," "ghosting," dan "FOMO" diciptakan oleh generasi muda untuk mencerminkan lingkungan sosial dan budaya mereka. Daya cipta ini menunjukkan bagaimana bahasa terus berubah untuk memenuhi tuntutan zaman.

Namun, kemudahan komunikasi ini juga memiliki dampak negatif. Sering kali, bahasa yang digunakan di media sosial cenderung tidak memperhatikan kaidah tata bahasa, seperti salah ejaan, kalimat tidak efektif, atau pencampuran bahasa yang berlebihan. Jika dibiarkan, fenomena ini dapat menurunkan kemampuan literasi generasi muda, terutama dalam menulis secara formal.

Tapi, kemudahan komunikasi ini juga memiliki kekurangan. Kaidah tata bahasa sering kali diabaikan dalam bahasa media sosial, terbukti dari kesalahan ejaan, kalimat yang lemah, dan pencampuran bahasa yang berlebihan. Masalah ini berpotensi menurunkan tingkat literasi generasi muda, terutama dalam penulisan formal, jika tidak segera diatasi.

Keberlangsungan bahasa daerah merupakan isu lain yang juga penting di Indonesia. Menurut data dari Badan Bahasa, saat ini banyak bahasa daerah yang terancam punah karena jumlah penuturnya yang masih hidup semakin sedikit. Dalam kehidupan sehari-hari, generasi muda lebih cenderung berbicara bahasa Indonesia atau bahasa asing lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa signifikansi bahasa daerah sebagai identitas budaya lokal mulai memudar.

Sebenarnya, bahasa daerah dapat benar-benar dilestarikan sebagai hasil dari digitalisasi. Bahasa daerah dapat diperkenalkan kepada khalayak yang lebih luas melalui platform seperti media sosial, YouTube, dan podcast. Misalnya, dengan memproduksi materi yang menghibur atau informatif dalam bahasa daerah yang ditujukan untuk kelompok demografi yang lebih muda.


*) Penulis adalah Dyah Mustika, Mahasiswi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Komentar0

Type above and press Enter to search.