Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kota Mataram. (Foto: Dok/Ist). |
Suara Time, Kota Mataram, 28 November 2024 – Ketegangan internal yang melanda Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kota Mataram semakin memuncak setelah keputusan kontroversial yang dikeluarkan oleh Ketua Cabang PMII, Edi Irawan. Keputusan tersebut mengesahkan salah satu Ketua Rayon di Komisariat UIN Mataram meskipun calon tersebut kalah dalam Rapat Tahunan Anggota Rayon (RTAR), yang merupakan mekanisme resmi dan sah dalam menentukan kepemimpinan di tingkat rayon. Tindakan sepihak Edi Irawan ini disorot tajam oleh berbagai elemen kader PMII, karena dianggap mencederai prinsip-prinsip demokrasi dan merusak marwah organisasi.
Keputusan Edi Irawan yang mengesahkan calon yang kalah ini tidak hanya melanggar Peraturan Organisasi (PO) dan Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) PMII, tetapi juga menunjukkan sikap otoriter yang merusak tradisi demokrasi yang telah dibangun dalam tubuh PMII. RTAR, sebagai forum tertinggi di rayon, sudah menjalankan mekanisme yang sah dalam menentukan hasil pemilihan. Namun, dengan keputusan sepihak ini, Edi Irawan dinilai telah meremehkan keputusan forum dan mempermainkan prinsip keadilan dalam organisasi.
"Keputusan ini bukan hanya sebuah pelanggaran terhadap aturan, tetapi juga penghinaan terhadap hak demokratis setiap kader. Seorang Ketua Cabang seharusnya menjaga marwah dan martabat organisasi, bukan justru menjadi aktor yang merusaknya," tegas salah satu kader senior PMII yang menilai tindakan Edi Irawan sebagai langkah mundur bagi integritas organisasi.
Lebih dari itu, protes terhadap keputusan ini semakin meluas. Banyak kader yang menilai bahwa langkah Edi Irawan mencerminkan adanya kepentingan pribadi atau kelompok tertentu yang mengabaikan prinsip keadilan dan transparansi. Bahkan, sejumlah kader menganggapnya sebagai bentuk "kudeta moral" terhadap demokrasi internal PMII. "Jika pemimpin organisasi sudah mengabaikan aturan dan keputusan forum, lalu untuk apa kita berorganisasi? Apa yang kita perjuangkan jika keadilan sudah dikhianati?" ujar salah seorang kader dari Komisariat UIN Mataram dengan nada penuh amarah.
Puncaknya, ketidakpuasan ini berpotensi memicu gelombang protes besar-besaran dari seluruh kader PMII, khususnya di Komisariat UIN Mataram. Jika keputusan ini tetap dilaksanakan tanpa adanya penarikan atau klarifikasi, dikhawatirkan akan terjadi demonstrasi besar yang mengguncang stabilitas organisasi. "Keputusan ini bukan hanya soal satu orang atau satu rayon, ini menyangkut marwah dan martabat organisasi PMII secara keseluruhan. Jika ini dibiarkan, kami akan turun ke jalan untuk memperjuangkan keadilan," tegas salah satu kader UIN Mataram yang menuntut agar keputusan tersebut dibatalkan.
Protes dan kecaman terus bermunculan, dengan desakan agar Edi Irawan segera mencabut keputusan sepihaknya, meminta maaf secara terbuka, dan memberikan penjelasan kepada seluruh kader. Jika tidak ada tindakan konkret, banyak yang menyerukan agar Edi segera mundur dari jabatannya untuk menyelamatkan marwah dan kehormatan PMII Kota Mataram.
Ketegangan ini menjadi ancaman serius bagi kelangsungan organisasi. Jika ketidakadilan ini dibiarkan, bukan tidak mungkin perpecahan yang lebih besar akan terjadi, merusak struktur organisasi yang selama ini dijaga dengan penuh kepercayaan dan kehormatan. Semua mata kini tertuju pada Edi Irawan: apakah ia akan bertanggung jawab dan segera memperbaiki keputusan yang telah mencoreng nama baik PMII, atau justru membiarkan organisasi terjerumus dalam kekacauan yang lebih dalam?
Waktu akan menjadi saksi, dan langkah-langkah berikutnya akan menentukan apakah PMII Cabang Kota Mataram akan tetap teguh dalam prinsip demokrasi atau justru terperosok dalam krisis kepemimpinan yang serius.
Komentar0