GUdpBSYpTSd0TSY5TUW8TSC5TA==

Puisi-puisi Wafil M


 

Indonesia Untuk Siapa?

 

Indonesia tanah air, kita

Yang mengalir dengan penuh warna

Indonesia Negara, kita

Dengan sejuta jiwa, dan

Miliaran harta

 

Indonesia kaya raya, dan

Untuk siapa?

Indonesia merdeka, dan

Untuk siapa?

Indonesia jaya, dan

Untuk siapa?


Aku melihat para petani

Berangkat pagi menyapa ladangnya

Dengan punggung yang setia pada cangkulnya

Aku melihat para pejabat

Berpidato begitu semangatnya yang terfasilitasi oleh singgasana

 

Indonesia milik siapa?

Para petani menanam padi di sore hari

Dan para oligark menanam PT dengan jaminan alih-alih harga dasi

Aku bertanya, Indonesia untuk siapa?

Aku bertanya, Indonesia merdeka untuk siapa?

Terakhir aku merenung dengan tanya

Ditengah para petani yang terjarah tanahnya.

Indonesia, apakah kita (sudah) merdeka.

 

Yogyakarta, 04 September 2020

 

Senyum Tipis Di Bibirmu

 

Dari mendung yang mengalirkan gemericik air

Dan senyum coklat yang malu-malu

Mempersembahkan tontonan irama harapan

Yang tersendat dari jarak dan waktu

 

Hati di warung kopi sebelah bertengadah

Dan hati warung kopimu berselimut malu

Entah, seperti apa ending senyumu itu.

 

Adakah tampak ampas kopi yang masih melekat dari bekas seruput bibirmu,

Atau sudah tertutupi dengan manisnya gula di sore ini.

 

Dari senyum yang terus tertanam di hadapanku

Ada nasib yang membaik dari seorang sahabat

Dan dada yang terus berdahak dan berirama dengan senyumnya.

 

Aku bertanya bagaimana kabarmu hari ini sahabat?

Bolehkah aku menjadi mufassir senyummu

Bahwa senyummu adalah senyum yang kau culik dari keindahan senja yang kemaren.

Sahabatku menjawab ”sore ini adalah pintu senjaku yang kemaren bersajak padaku

 

Yogyakarta, 05 September 2020

 

Ibu, Sang Kekasih

 

Kasihmu kau ejakan

Dari mani dan sperma yang berpelukan,

Hingga tulang belulang, kau sediakan tangis

Atas kesetiaan yang tak terpaksakan.

 

Ibu,

Bolehkah aku bertanya

Tentang setapak kakiku

Yang pada klimaksnya bertanya tentang ibu, sang kekasihku.

 

Aku beriman pada ibu, Sang kekasih

Yang bertengadah pada cerca dan setia.

Sebab ikhtiyarku adalah dosa

Yang berkacamata penuh dosa

 

Ibu, sang kekasih

Tidurkanlah aku seperti sedia kala

Dimana timanganmu adalah rayuan mesra tanpa pinta.

 

Yogyakarta, 05 September 2020

 

Penulis adalah aktivis di FKMSB DIY, PMII Ashram Bangsa,

dan sekarang aktif sebagai penikmat Kopi di Sorowajan dan Sekitarnya.

Komentar0

Type above and press Enter to search.