GUdpBSYpTSd0TSY5TUW8TSC5TA==

Puisi-puisi Rina Riska Rahmawati


Jerami Waktu


Dalam bait-bait melodi yang sendu

Namamu mengalir membasahi rindu

biru hatiku.

Bukan keindahan yang kau datangkan

Melainkan, kecewa bersama luka terdalam


Masih terasa cairan bening tak putih

melebur, hambur, dan pedih kurasa.

Kenangan manis bak perisai menyayat hati tak bertuan.


Sekarang aku bertanya,

apakah takdir yang salah, atau

waktu yang tak berpihak pada hati, dan

belum siap untuk terbuka.

sungguh aku tak kuasa bila ingat, engkau

sebagai dalang dalam rangkaian hidupku.


Naluri tak berdosa merasa bersalah

pada sosok yang tak tahu, entah dimana dan kemana.

engkau dan masa laluku,

dua rumus kisah dan kasih yang semu tanpa titik temu.


Yogyakarta, 12 September 2020.


Rindu Ayah


Aku tertatih menahan deru langkahmu yang kian menghilang.

Sebait doa tak henti aku lantunkan,

berharap semesta menghalangi langkahmu untuk pergi.


Ratusan kali ku coba memohon, hingga tak lagi ku kenal kata letih.

Memori kelam itu kembali menyapa hari-hariku.

Gerimis datang mengundangku kedalam luka yang beku.

Makin jelas siluet bayangmu dan menculik batinku

Tapi dirimu semakin buram kurasa.


Pertanda apa?

Aku tak butuh penerjemah jika itu hanya imajiku saja

Langkah kecil tak bertepi sudah hilang iramanya,

Tak beraturan layaknya lantunan kosong kalbuku yang terpenjara tak bersahaja.


Pada angin yang berhembus

Aku titip kenangan ini

Berharap semua menghilang

Tanpa perlu merindu.


Ayah, panggilan ringan penuh cerita.

Bumbu syair berpadu melantunkan namamu,

Yang tak pernah terhapus walau buku telah usang dimakan waktu.


TILIK RINDU


Masih terbayang dalam alunan imaji tak berekspektasi.

Wajah pucat pasi tanpa emosi.

Potret senyum menghambur rindu menahan sepi.

Sapaan  hangat kian memudar seiring waktu.


                                 Ah, getir rasanya

                         Terbayang kau di depan mata

               Hendak di raih, namun tak kunjung tergenggam.

                    Membuncah rindu yang semakin menggebu.


Harapan kecil agar kau bersedia menjadi tamu di mimpiku.

Kini, aku hanya diam membisu sembari menatap bingkai usang penuh debu.

Tak lupa,bibir munggilku melantunkan doa penuh syahdu.

 Wahai dzat yang maha agung,

 Ku titip serpihan-serpihan rindu untuknya lewat deruan angin malam.

 

Yogyakarta, 13 September 2020


Penulis adalah Mahasiswa baru Hukum Ekonomi Syari'ah

di Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN SUKA Yogyakarta.

Komentar0

Type above and press Enter to search.