_Wafil M
Aku berpuisi dengan sepenuh hati
Bagaimana bukan main ilusi
Dan bagaimana bahwa sesuap nasi adalah harga diri.
Dari sepongan hasrat
Dan gigitan semut hingga ejakulasi
Puisiku telanjang depan mata dengan nada kesetiaannya
Hingga dua gunung kembar yang tak sama
Satu agak kesamping dan satu kedepan sendiri
Sudah aku naiki dan aku tarik pelan-pelan agar bersama.
Melewati rerumputan kecil
Yang tersenyum dan gemiricik air yang,
Mampu mempertahankan pegangan pada puncak tafsir(i)
Aku dan kau suka, dan kau
Ya aku dan kau yang tertawa
Ya aku dan kau yang sama tapi tak bersama
Ingin aku lajukan kembali tangan ini
Untuk mengukir lagi puisi yang telanjang dan yang menelanjangi
Dan aku teteskan lagi pena pada sekujur tubuh puisi
Hingga kertas itu layu tanpa bekas bagai ori.
Bagaimana foto sampulnya saat ini?
Semua bukan ilusi, akan jadi fakta dan realita
Bahwa puisi ini sudah aku jelajahi dengan kertas putih dan pena hitam PT. ØÙŠ بلاروØ
Wahai puisi dan penikmat puisi
Aku ucapkan apresiasi puisi
Adalah sebuah bentuk kesetiaan dan kelancaran dalam berdikari
Karena seluruh peta dan tanda panah sudah aku tandai
Tinggal bagaimana kau mendaki melewati seluruh jalur yang hampir tidak satu pun saya (kita) lewati.
Engkau puisi dan apresiasi puisi yang sudah ditelanjangi dan menelanjangi
Akan bercerita bagaimana fahamnya pada puisi diesokan hari.
Lalu aku bersabda.
Puisiku sudah aku telanjangi
Bahkan sudah rata disetiap titik, koma dan prafrasenya.
Puisiku Sudah "TELANJANG"
Redaksi
November 09, 2019
0
Komentar0