Berapa tahun lagi harus ku tutup kran rindu
Sudah ku slipkan sajak diluar senja
Agar tak bocor setetes pun pada raga
Tapi tetap saja meronta
Menembus dinding yang lebih keras dari baja
Satyaku, aku buang
Namun dharma rindu terus datang
Lantas, berapa abad lagi
Aku berpura-pura palsu
Menutup aliran rindu
Selaksa pagi menutup matahari
Selaksa senja disebut sore
Benar-benar jauh dari moral seni
Aku bersabda disetiap sujud derita
Kau bahagia
Kau penuh cinta
Kau dilumuri kata sayang dari pendatang
Kau, saat berkalam
"aku tertatih pada pertemuan
Aku kaku berlumuran tamu tindu
Aku lupa mana arah jalan terang"
Dan saya sadar rinduku akan hambar
Sudah kuselipkan luka ini disetiap nada-nada kasih yang membutuhkan
Disetiap lirik kehidupan yang tidak sesuai
Tapi rindu hanya tertuju pada mu.
Aku tahu senja akan hilang dari peraduan
Saat kabut datang dari berbagai haluan
Intelektual
Sosial
Budaya
Bahkan tongkrongan
Namun senjamu se akan berpelukan
dengan rinduku yang tak pernah hilang
Sadar tanpa penyadar
Bahwa saya hanya sebatas ayam
Yang menunggangi embun pagi di setiap rezeki jalanan
Sambung tangan disetiap tengadah malam
Agar rindu tak selalu palsu
Tak selalu menggebu
Tak selalu jadi empedu
Dalam raga sadar, semua masa layu di matamu.
Madura, 16 Maret 2018
Komentar0