Kopi kau sendiri
Sendiri kau kopi
Kau, kopi sendiri
Sendiri, kau kopi
Maka coklat yang kemaren!
kau asyik dengan coklat kemaren,
Apa sudah tersedu semua coklat itu
Dengan yang lain, atau
Dia pergi dengan alasan yang tenang.
Kemaren, kau bilang
Dia pemanismu
Kemaren, kau bilang
Dia yang akan mengelus pahit mu
Kemaren, kau bilang
Dia akan melengkapi mu.
Terus dia dimana?
Dia terus dimana?
Dimana dia terus?
Buktinya kau sendir?
Apa ini bukan sepi?
Jangan bilang ini sebuah alibi!
Setelah kau anggap separuh nafas mu
Terselip dalam kelopak matanya
Sekarang kau mau mengatakan,
Kalau itu isu malaikat dalam tulang kiri.
Andai Kalam, kau bukan di dalamnya
Lantaran, kau Murokkab
Dan tak Mufid.
Tak heran pada mu,
Wahai kopi pahit
Kau anggap dia apa?
Apa dia menganggap kau?
Dia anggak apa kau?
Oh, kopi pahit
Terlalu naif kau dalam tubuhnya
Terlalu labil kau beralibi
Terlalu dosa kau di antara para pendosa
Terlalu dusta, dia anggap kau diantara para pendusta.
Kopi pahit
Dimana dia?
Dia dimana?
Apa perlu saya panggilkan
Angin agar dia mendengar
kesendiranmu
Atau saya kontrak malaikat untuk meyakinkan
Bahwa kau masih yakin untuk mencarinya.
Kopi pahit,
Tersenyumlah, setidaknya kau pernah dengannya
Meski itu hanya petasan dalam pemintasannya
Dan kau adalah aktor penjahat pertamanya.
Atau munkin, kau adalah yang ditolong pertama.
Yogyakarta, 05 Januari 2018
Penulis adalah aktivis FKMSB DIY, PMII Ashram Bangsa, Teater Kertas
LPM Advokasia, dan sekarang aktif sebagai senat Mahasiswa
FSH UIN Sunan Kalijaga Yogyakrta
Komentar0